Executive
summary
Sejarah OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL
Omni International Hospital merupakan sebuah rumah sakit
swasta di Indonesia
yang dikelola oleh PT. Sarana Mediatama Internasional dan berlokasi di kawasan
perumahan Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan. Rumah Sakit
Omni Medical Center didirikan pada tahun 1972 dengan nama Rumah
Sakit Ongkomulyo. Pengembangan tahap pertama dilakukan pada tahun 1986 dengan
meningkatkan kapasitas hingga 50 tempat tidur dan dipimpin oleh Prof. Dr.
Kusumanto Setyonegoro. Pengembangan berikutnya dilakukan pada tahun 1992 dengan menambah
kapasitas hingga 180 tempat tidur serta kelengkapan fasilitas lain sehingga
menjadikan rumah sakit ini mampu melayani sebagian besar bidang spesialis dan
bidang superspesialis. Atas pengembangan tersebut nama rumah sakit Ongkomulyo
diganti menjadi Ongkomulyo Medical Center. Pada tahun 2001 Ongkomulyo Medical
Center berganti nama menjad Omni Medical Center karena perubahan kepemilikan.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan maka pada tahun 2007 Omni Medical
Center membuka cabang usaha lain dengan mendirikan Rumah Sakit Omni
Internasional.
Krisis yang di alami
Rumah
Sakit Omni Internasional menjadi terkenal di Indonesia karena terkait dengan
kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan oleh pihak rumah sakit kepada salah
seorang mantan pasiennya, Prita Mulyasari, karena menulis keluhan atas
pelayanan rumah sakit yang tidak memuaskan melalui milis di internet
yang kemudian membuat Prita harus mendekam sebagai tahanan selama dua puluh
hari. Kronologi kasus ini dimulai sejak Agustus 2008, bermula saat Prita
Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam,
sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan BAB,
sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan.
7 Agusutus 2008, Prita memeriksa kesehatannya bertempat di
Rumah Sakit Omni Internasional Tengerang Banten. Kemudian Prita ditangani dr.
Indah dan dr. Hengky, Prita didiagnosis menderita demam berdarah, dan
disarankan rawat inap, sembari diberikan suntikan. 8 Agustus 2008, Prita dikunjungi dr. Hengky dan memberikan kabar tentang
perubahan thrombosit dari sebelumnya 27.000 menjadi 181.000. Sepanjang hari
ini, Prita dihujani suntikan, tanpa pemberitahuan jenis dan tujuan penyuntikan
kepada pasien. Mulai terliat kejanggalan pada badan Prita yakni; tangan kiri
membengkak, suhu badan naik hingga mencapai 39 derajat. Sampai sejauh itu,
tidak ada dokter yang mengunjunginya, termasuk dr. Hengky. 9 Agusustus 2008, Prita dikunjungi dr. Hengky dan
meninginformasikan kepada pasien bahwa dirinya terkena virus udara. Sejauh ini,
tindakan medis berupa suntikan terus dihujamkan ketubuh Prita. Setelah Maghrib,
Prita disuntik 2 ampul dan terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan
oxygen. Saat yang sama hadir dokter jaga tanpa dr. Hengky. Saat yang sama
tangan kanan Prita pembengkakan. Prita meminta infus dihentikan dan suntikan
serta obat-obatan. 10 Agustus 2008,
keluarga Prita meminta bertemu dr. Hengky untuk meminta penjelasan tentang
kondisi dan keadaan pasien termasuk penjelasan tentang revisi hasil lab. Saat
yang sama, Prita mengalami pembengkakan di leher kiri dan mata kiri dan
mengenai hal ini respon dr. Hengky lebih menyalahkan bagian lab. 11 Agustus 2008, Prita masih panas
tinggi mencapai 39 derajat. Prita berniat pindah dan pada saat yang sama Prita
membutuhkan data medis. Setelah “perjuangan panjang” sampai ke tingkat
manajemen RS Omni, data Prita diprint out tanpa diserta data hasil lab yang
valid. 12 Agustus 2008, Prita pindah
ke RS lain di Bintaro. Disini Prita dimasukkan ruang isolasi oleh karena virus
yang menimpa dirinya dapat menyebar. Menurut dokter, Prita terserang virus yang
biasa menyerang anak-anak (disini fakta: Prita terserang demam berdarah tidak
terbukti, hanya saja Prita telah terlanjur disuntik bertubi-tubi ditambah infus
di RS Omni). Keluarga Prita meminta hasil resmi kepada RS. Omni tentang hasil
lab yang semula 27.000 dan berubah menjadi 181.000 (Thrombosit rendah
mengharuskan pasien rawat inap). 15
Agustus 2008, Prita menulis dan mengirimkan email pribadi kepada teman
terdekat terkait keluhan pelayanan RS Omni internasional. Email ini kemudian
beredar luas di dunia maya. Setelah itu ada upaya mediasi antara Prita dan RS
Omni, Omni memutuskan untuk
menanggapi keluhan Prita ini melalui mailing list, tidak hanya itu saja bahkan
Omni menggunakan media massa untuk mengungkapkan kronologi cerita, serta
tanggapan Omni dan sejauh itu semua berjalan bagus. Tapi kemudian, OMNI Hospital merasa bahwa semua
langkah-langkah tersebut masih tidak cukup, Omni memutuskan untuk menggugat
Prita ke meja hijau. 6
September 2008, dr. Hengky menggugat Prita Mulyasari yang kemudian masuk
dalam kategori gugatan pidana (pencemaran nama baik). 8 September 2008, pihak Omni Internasional menanggapi email Prita
di harian Kompas dan Media Indonesia. 24
September 2008, Prita berbalik menggugat perdata RS Omni termasuk dr.
Hengky dan dr. Grace. Namun pada tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan
Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata pihak rumah sakit dengan
menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit
sehingga harus membayar kerugian materiil dan imateriil sebesar Rp 314,3 juta
serta harus membuat permohonan maaf pada dua koran nasional untuk sekali
penerbitan. Karena hal ini tindakan kuasa hukum Prita mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi (PT) Banten tanggal 5 Juni 2009. Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan
Negeri Tangerang memperkuat putusan PN Tangerang, Prita dijerat dengan pasal
310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Prita
membayar ganti rugi sebesar Rp204 juta serta serta dinyatakan harus ditahan
karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. 1-2 Juni 2009, Semua media santer
memperbincangkan kasus ini sehingga Prita kebanjiran pendukung khususnya dari
para blogger hingga mencapi 30.000. Pada tanggal 3 Juni
2009 Dukungan
pun datang hingga RI 1 dan RI 2 turun tangan. Lebih dari itu, dukungan yang
ditambah suara LSM, akademisi, politisi bersatu membuat opini publik, tidak
seharusnya Prita ditahan dan harus segera dibebaskan. Tepat pukul 16.20 Prita
dibebaskan dari LP Wanita Tangerang dengan perubahan status sebagai tahanan
kota.Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah
menjadi tahanan kota. Kasus penahanan
yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari
para blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan
pejabat negara. Sampai tanggal 5 Juni 2009 dukungan
terhadap Prita di Facebook hampir mencapai 150 ribu anggota, begitu pula
dukungan melalui blog yang disampaikan para blogger terus bertambah setiap
harinya.
Beribu aksi digelar oleh berbagai
kalangan, mereka tergerak untuk menggalang bantuan bagi Prita yang dijadikan
simbol perlawanan dalam penegakan hukum. Aksi itu diwujudkan dengan pengumpulan
koin dukungan bagi Prita. Hingga koin yang terkumpul mencapai Rp 825 juta.
Analisa
situasi
Kasus Prita dimulai
ketika dia menulis email pribadi berisi curhatan yang menceritakan pengalaman
yang tidak menyenangkan yang ditemuinya selama perawatan di rumah sakit. Email
ini berakhir di milis, dan blog dan dengan cepat tersebar sampai menjadi
perhatian publik. Tindakan Prita tersebut ternyata membuat Omni Hospital jelas
mendapatkan predikat buruk di kaca mata masyarakat luas. Kemudian Omni
mengambil tindakan untuk mencoba menghentikan predikat negatif yang semakin
keruh yang datang dari berbagai kalangan. Di luar dugaan ternyata sikap yang diambil oleh pihak Omni ini adalah
dengan menggugat Prita ke kategori gugatan pidana yakni pencemaran nama baik.
Maraknya pemberitaan di media massa
mengenai Omni, menyebabkan Citra Omni menjadi buruk bahkan kepercayaan public
berkurang. Reputasi Omni dipertaruhkan di media massa dengan adanya pemberitaan
yang ter blow-up. Suatu hal yang wajar dan umum apabila seorang konsumen
mengkritik karena dia merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan.
Seharusnya kritik yang ada, dijadikan acuan agar bisa tampil lebih baik lagi.
Image Omni terkesan arogan, tidak mau menerima kritik atau saran tertanam di
benak masyarakat. Hak konsumen untuk mengetahui rekam medis yang ada, namun
pada kasus prita Omni justru memberikan rekam medis yang tidak sesuai. Omni pun
di sudutkan oleh berbagai pihak karena pemberitaan media tentang Prita yang
mengisahkan Prita sebagai ibu muda memiliki 2 anak batita. Semakin kuatlah
dukungan terhadap Prita di sisi lain Omni semakin kehilangan pelanggan.
Kekuatan Media massa ini seharusnya menjadi sorotan bagi Omni, karena
pemberitaan media massa inilah yang akan membuat dan menanamkan spekulasi,
image pada masyarakat luas. Karena itu Omni harus menjaga hubungan baik kepada
media-media dengan memberikan informasi riil yang dibutuhkan. Selain itu konsumen
yang memberi kritik sebaiknya diklarifikasi, dilihat jenis permasalahannya dan
dirundingkan secara kekeluargaan dengan sikap rendah hati, dan mau menerima
saran maupun kritik.
Planning and Programming
1)
Program Goal
Pencapaian yang ingin
diperoleh tentunya tercipta kesepakatan damai antara 2 belah pihak (Omni
Hospital dengan Prita Mulyasari) dengan kekeluargaan, mengembalikan citra dan
reputasi Omni Hospital dimata masyarakat, mengklarifikasi
keteledoran-keteledoran yang terjadi selama Prita sebagai pasien Omni Hospital,
mengembalikan kepercayaan masyarakat akan tenaga dan pelayanan medis di Omni
Hospital.
2)
Target Public
Public Internal ialah staff Omni Hospital termasuk dokter. Harus
diklarifikasi tindakan yang sudah mereka lakukan apa saja, pelayanan apa yang
sudah mereka berikan. Dan bila dirasa ada kesalahan atau kurang memenuhi
standart, maka wajib bagi Omni untuk mengkaji para staff dan dokter-dokter
dengan mengadakan pelatihan atau karantina wajib bagi mereka yang dirasa SDM
nya kurang memenuhi.
Publik eksternal ialah Prita
Mulyasari pasien yang menjadi korban dari keteledoran Omni dan merasa tidak
puas akan fasilitas pelayanan Omni. Masyarakat umum yang mengetahui
permasalahan ini melalui pemberitaan media massa di berikan pemahaman apa yang
terjadi sebenarnya. Dan diberitahukan apa saja yang sudah dilakukan pihak Omni.
3)
Objectives
Omni Hospital harus memberikan
permintaan maaf secara langsung kepada Prita dan juga melalui Media massa
mengenai ketidak nyamanan yang dialami Prita Mulyasari selama dirawat di Omni.
Selain itu pihak Omni harus mau bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh Prita Mulyasari serta mau memberikan penjelasan data medis yang diminta
oleh Prita.
Tacking Action and Comunication
1) Action strategies
·
menghilangkan
pemikiran bahwa Omni Hospital tidak mau menerima kritik dari konsumen, sehingga
berakibat asumsi bahwa omni arogan.
·
mencabut
tuntutan kepada Prita, baik tuntutan perdata ataupun tuntutan pidana.
·
meningkatkan kualitas kerja dan menjamin staff,
dokter, kualitas produk agar konsumen merasa puas.
·
berbagi informasi yang riil, yang dibutuhka oleh
media massa.
2) Communication strategies
·
Omni
Hospital harus meminta maaf secara langsung kepada Prita dan juga melalui Media
massa mengenai ketidak nyamanan yang dialami Prita Mulyasari selama dirawat di
Omni dengan penuh kesadaran.
·
Omni
meminta maaf kepada masyarakat, yang naik darah karena kasus ini.
·
Omni
Hospital mengajak Prita untuk duduk bersama dalam interview di media massa
(elektronik maupun Cetak). Serta mengklarifikasi hal hal yang sudah terjadi.
Program implementation plan
Yang akan bertanggungjawab
dalam kasus ini, yakni pihak RS.Omni sebagai inti dari permasalahn ini. Dengan menjalankan programnya yang pertama meminta
maaf secara langsung kepada Prita dan juga melalui Media massa mengenai ketidak
nyamanan yang dialami Prita. Memberikan klarifikasi kepada masyarakat tentang
permasalahan yang ada dengan jujur tanpa manipulasi, dan dengan bahasa yang
mudah diterima oleh masyarakat melalui media. Mengganti rugi kerugian yang
dialami oleh Prita selama pelayanan Omni yang kurang memuaska. Memberikan
peningkatan SDM interen Omni dengan berbagai kegiatan atau studi studi.
Rincian Biaya
Sewa tempat dan
Publikasi
1.
Ganti rugi pada Prita Rp. 35.000.000
4. perlengkapannya seperti sound, microphone dll.
media
Indonesia, kompas, detik.com
)
7.
Pengeluaran tak terduga Rp. 10.000.000
Total pengeluaran: Rp.
440.000.000
|
Evaluation Plans
- Program yang telah berjalan ini tetap
di evaluasi dengan memonitoring apakah sudah tepat sasaran.
- Dalam pelaksanaan program, perlu dikaji
apakah program selama ini yang dilaksanakan
sudah efektif terhadap Omni Hospital dan Prita sebagai
konsumen yang merasa dirugikan.
- Memonitor SDM staff dan
dokter-dokter.
Feedback and Program Adjustment
Pada plan ini
Omni Hospital harus bersikap terbuk, segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh
Omni harus diketahui oleh manajemen Omni Hospital. Mulai dari hal-hal yang
sudah dilakukan, jenis program, jumlah dana yang dibutuhkan, alokasi dana,
sampai persentase keberhasilan dan kegagalan dari program yang berlangsung.
Selain itu Omni harus membuat daftar berupa list apa saja yang sudah dilakukan,
coret list yang dirasa itu belum sesuai dari yang di inginkan, dan memperbaiki
daftar yang dicoret jika dirasa perlu.
Penyusunan,
pengelompokan daftar daftar perlu dilakukan disini dikemas dalam 1 drive dan
dijadikan file perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar jika terjadi hal-hal yang
serupa atau mirip langkah langkah penyelesaian kasus dapat dilihat pada drive
ini. Jadi drive ini digunakan sebagai pembelajaran yang harus dikaji. Selain
itu file ini digunakan sebagai pembanding pembanding program-program agar Omni
lebih maju dan benar-benar manajemen Omni dapat menemukan program yang
benar-benar efektif. Ini semua demi pelayanan yang terbaik terhadap konsumen.